Hukum Lingkungan ( Peran serta masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup )
Peran serta masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Hak berperan serta semakin luas tersebar
dalam segala bidang pengelolaan lingkungan. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 5
tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman; pasal 24 UU
Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera; pasal 52 UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem budidaya Tanaman;
pasal 29 UU Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan;
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kehutanan serta Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Semua perumusan pasal-pasal diatas pada
prinsipnya memberikan hak kepada masyarakat baik perorangan, organisasi maupun
lembaga swadaya masyarakat untuk berperan serta dalam bidang-bidang di atas Tiga
wilayah peran serta masyarakat yakni;
(1) pada wilayah pengambilan keputusan (decision
making) dalam hal penyusunan propenas, legislasi, properda, APBN, APBD,
penataan ruang, perizinan konsensi, AMDAL dengan tujuan memberikan pengaruh
pada keputusan (influence) metode yang dapat digunakan dengar pendapat,
konsultasi public, notofikasi public untuk mengundang masukan public;
(2) wilayah pelaksanaan (support) dalam hal
keikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan usaha/konsensi tertentu,
keikutsertaan melaksanakan program-program Negara yang telah diputuskan secara
partisipatif. Tujuan mendapatkan manfaat dari keputusan (benefit) peran serta
masyarakat dalam desain, pelaksanaan dan evaluasi program;
(3) wilayah pengawasan (evaluation) antara lain
kegiatan pemantauan masyarakat terhadap ketaatan tata ruang yang disepakati,
pengawasan terhadap pelaksanaan sebuah peraturan perundang-undangan, pengawasan
terhadap tingkat ketaatan terhadap persyaratan izin dan RKL, RPL, AMDAL. Tujuan
tersebut menjaga tingkat ketaatan (compliance), metode dalam hal pengawasan
tersebut adalah keterlibatan dalam tim/komite pengawas/pemantauan bersama,
permintaan masyarakat untuk melaksanakan sanksi administrasi, permintaan public
tentang laporan penataan, litigasi dapat melalui prosedurstanding LSM, Citizen
Suit atau Class Action.
Hak dan
Kewajiban dalam informasi
Jika
diamati, maka hak – hak dan kewajiban yang diberikan UUPLH 1997 selain lebih
tegas [ eksplisit ] juga lebih ekstentif dibandingkan dengan apa yang diatur
oleh UUPLH 1982. Prinsip – prinsip yang belum tegas diatur dalam UUPLH 1982,
misalnya mengenai hak partisipatif masyarakat yang bersifat luas dalam
pembangunan lingkungan, yang dalam UUPLH 1997 dirumuskan secara tegas [ ayat 1
] dan secara elaboratif [ ayat 2 ].
Hal yang sama juga berlaku pada hak dan kewajiban informasi.
Hal yang sama juga berlaku pada hak dan kewajiban informasi.
Menurut
UUPLH 1997, hal ini diatur secara tegas sebagai hak individual dalam
pengelolaan lingkungan [Pasal 5 ayat 2], serta menjadi kewajiban bagi pelaku
usaha untuk memberikan informasi yang sebaik – baiknya yang dapat dilihat dalam
Pasal 6 ayat 2, yang menyatakan bahwa:
“Setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban informasi yang benar
dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.”
Implementasi
prinsip di atas, yang dapat di lihat misalnya dalam UU No 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang [ UUTR ], dalam pasal 4 ditentukan bahwa setiap orang berhak
mengetahui Rencana Tata Ruang, dan berperan serta dalam penyusunaan Rencana
Tata Ruang, pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian manfaat tata ruang. Peran
serta masyarakat, baik menyangkut hak dan kewajibannya dalam masalah tata ruang
telah diiatur dalam PP No.69 Tahun 1996 tentang pelaksanaan Hak dan Kewajiban,
serta bentuk dan tata cara Peran serta Masyarakat dalam penataan ruang.
Keperansertaan masyarakat menyangkut pemeliharaan kualitas ruang, hak dan
kewajiban, serta menyangkut ketatatertiban proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang, serta penataan rencana tata
ruang.
Manajemen
informasi penting bagi semua pihak, termasuk masyarakat, karena dengan adanya
arus informasi, sistem pengambilan keputusan akan semakin sempurna, terutama
yang menyangkut aspek-aspek pengelolaan lingkungan. Pemberian informasi
yang benar adalah prasyarat bagi keperansertaan masyarakat (public
participation) dalam rangka pengambilan keputusan, yakni dalam hal :
- Yang berkaitan dengan informasi, masyarakat memiliki hak untuk menyatakan pendapat sesuai dengan kepentingannya ( misalnya dalam suatu rencana kegiatan atau pemberian izin untuk melakukan kegiatan, masyarakat dapat menolaknya karena akan merusak lingkungan, menerima dengan syarat tertentu, bahkan berperan sebagai penyokong jika kegiatan itu dipandang bersifat positif );
- Masyarakat dapat memberikan konstribusinya untuk berpatisipasi melakukan pengelolaan lingkungan;
- Masyarakat dapat memahami apa yang menjadi kewajibannya atas suatu pengelolaan lingkungan;
- Dalam sistem amdal khususnya, prisip pemberian informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat merupakan syarat mutlak, yang untuk selanjutnya masyarakat dapat menentukan sikapnya terhadap suatu rencana kegiatan.
Karena pentingnya informasi, maka hampir
semua negara maju menata informasi dengan sistem manajemen yang sebaik-baiknya
(modern management system). Disadari atau tidak, dewasa ini informasi sudah
merupakan sumber daya pokok untuk semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek-aspek
manajemen teknologi-pembangunan, ekonomi, sosial, pendidikan, kehidupan
bermasyarakat, hingga pengembangan budaya, adat istiadat, agama dan lainnya.
Semua hal itu sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh John Naisbit bahwa semua dunia dapat disatukan menjadi bagian
kecil karena teknologi informasi. Tidak ada lagi yang tertutup, dan semua
ketertututpan data atau kondisi dapat disingkap untuk dikelola, diperbaiki,
dikendalikan, dikembangkan, dan diresikel (daur ulang), tidak terkecuali dalam
masalah-masalah pengelolaan lingkungan.
Begitu pentingnya sumber daya informasi
bagi lingkungan hidup menyebabkan masyarakat Eropa pada 25 Juni 1998 Di Aarhus,
Denmark, berhasil membentuk sebuah konvensi tentang akses informasi partisipasi
publik dalam pengambilan keputusan dan akses keadilan masalah lingkungan.
Konvensi itu lazim disebut dengan Aarhus Convention, yang nama resminya adalah
Convention on Acces to Information, Public Participation in Decision Making and
Access to Justices in Environmental Matters.
Sasaran atau tujan dari konvensi ini
adalah membberikan perlindungan atas hak-hak dari setiap orang pada masa kini
dan mendatang untuk mendapatkan kehidupan dalam lingkungan yang layak secara
sehat dan baik. Oleh karena itu, setiap negara peserta harus menjamin hak-hak
akses atas informasi, menjamin adanya kesempatan bagi masyarakat berpatisipasi
dalam pengambilan keputusan, dan adanya akses keadilan dalam masalah-masalah
lingkungan (access to justice in environmental matters).
Berkaitan dengan isu lingkungan, maka
pemberian informasi diatur sedemikian rupa dengan sistem –sistem seperti
dibawah ini :
1. Adanya kepastian penerimaan informasi, dimana
badan-badan tertentu diwajibkan memberikan pengumuman atas rencana kegiatan
melalui media massa, baik lokal, regional, maupun nasional. Badan-badan itu
bahkan diwajibkan untuk melakukan pameran dari rencana kegiatan (proyek) secara
lengkap.
2. Adanya informasi lintas batas terhadap laut
bebas, atau wilayah yang tidak bernaung dibawah yurisdiksi nasional. Deplu,
Council on Environmental Quality, dan badan-badan federal lainnya diwajibkan
untuk menyediakan keterangan yang kontinu mengenai lingkungan, dan bagaimana
negara lain diberitahu tentang dampak kegiatan tersebut.
3. Adanya informasi tepat waktu (timely
information), yakni informasi diberikan pada saat belum diambil suatu keputusan
yang mengikat serta masih ada kesempatan untuk mengusulkan keputusan
alternatif.
4. Pemberian informasi yang lengkap (comprehensive
information). Hal ini ditentukan dalam rangka peran serta masyarakat, supaya
masyarakat diberikan informasi yang lengkap dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
5. Adanya informasi yang dapat dipahami
(comprahensive information), yakni keterangan-keterangan yang diinformasikan
hendaknya dapat dipahami masyarakat.
Di Australia terdapat undang-undang yang
melindungi warga negara masyarakat yang memberi informasi mengenai perbuatan
kriminal, termasuk dalam lingkungan. Undang-undang ini disebut sebagai Whistle
Blower Protection Act 1993 (No.21 of 1993), yang bukan saja mengatur mengenai
pelindungan para pelapor, tetapi juga memberikan jaminan keamanan bagi setiap
orang yang bertindak menjadi saksi.
Di Amerika Serikat, berdasarkan
UUPLH-nya, yakni NEPA 1970, ditentukan supaya diumumkan kepada masyarakat
tentang penyusunan Amdal (EIA), dan kepada setiap orang yang menjadi calon
terkena dampak harus dikirim pengumuman tersbut, demikian juga kepada
LSM.
Di Perancis, yang telah dimulai dengan
UUPLH-nya, yakni French Nature Protection law 1976, informasi kepada masyarakat
diberikan dengan cara public hearing, atau dapat dilakukan dengan
mempublikasikannya dalam media cetak yang berjangkauan luas. Hal yang sama juga
dianut oleh Jerman, Australia, dan Swiss, terutama dalam perizinan.
Pengakuan atas
Hak-hak Lingkungan Hidup Baik
UUPPLH, UUPLH 1997 dan UULH 1982
sama-sama memuat hak-hak setiap orang dalam kaitannya dengan lingkungan hidup.
Tetapi jika dibandingkan antara ketiganya, UUPPLH memmuat hak-hak lebih banyak
daripada UUPLH 1997 dan UULH 1982. Ada delapan hak yang diakui dalam UUPPLH,
yaitu :
- Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi manusia;
- Hak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup;
- Hak akses informasi;
- Hak akses partisipasi;
- Hak mengajukan usul atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegaiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;
- Hak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
- Hak untuk melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan lingkungan hidup; dan
- Hak untuk tidak dapat dituntut secara pidan dan perdata dalam memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat.
Diantara kedelapan hak itu ada hak
substantif (substantive right to environmental quality) dan hak prosedural
(procedural right). Hak atas lingkungan hidupyang baik dan sehat merupakan hak
substantif, sedangkan hak akses informasi, hak akses partisipasi, hak berperan
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan termasuk kedalam hak-hak
prosedural.
Perkembangan penting dan baru adalah hak
yang dirumuskan dalam pasal 66 UUPPLH, yaitu hak setiap orang untuk tidak dapat
dituntut secara pidan dan perdata. Penegasan pengakuan atas keberadaan hak
untuk tidak dituntut dilatarbelakangi oleh adanya kasus warga yang melaporkan
terjadinya pencemaran lingkungan justru kemudian dituntut atau digugat balik
oleh pihak yang diduga telah melakukan pencemaran. Fakta ini tentu dapat
membuat orang enggan untuk menyuarakan hak-haknya dan terjadinya masalah
lingkungan karena ia dapat dijadikan sasaran penuntutan atau gugatan.
UUPLH 1997 mengakui adanya tiga jenis
hak lingkungan hidup (environmental rights), yaitu : Hak atas lingkungan
hidupyang baik dan sehat; hak atas informasi lingkungan hidup; dan hak untuk
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Sebaliknya, dalam UULH 1982 tidak
ditentukan ditemukan adanya hak atas informasi lingkungan hidup. Dalam UULH
1997, hak substantif lingkungan hidup dirumuskan dalam pasal 5 ayat (1), yaitu
:
“ Setiap orang mempunyai hak yang
sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
Dalam kepustakaan ilmu hukum di Eropa
Kontinen, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana ditegaskan
dalam pasal 65 ayat (1) UUPPLH dan pasal 5 ayat 1 UUPLH 1997 itu, digolongkan
sebagai hak-hak subjektif (subjective rights). Menurut Heinhard Steiger,
sebagaimana dikutip dalam Koesnadi Hardjasoemantri, adanya hak-hak subjktif itu
mengandung dua fungsi yakni; fungsi pertama mengandung pengakuan hak setiap
orang untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap lingkungannya. Fungsi kedua
mengakui adanya hak setiap orang untuk menuntut si pencemar atau perusak
lingkungan agar memulihkan atau memperbaiki lingkungan.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapatlah kiranya disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapatlah kiranya disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah lingkungan hidup merupakan kewajiban
asasi manusia untuk dikelola sebagaimana mestinya menurut amanah Tuhan Yang
Maha Esa, sehingga setiap manusia baik secara langsung maupun tidak langsung
bertanggung jawab terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Oleh karena itu peran
serta masyarakat dalam menciptakan lingkungn hidup juga berkait erat dengan
kewajiban untuk menjaga lingkungan itu sendiri.
2. Bahwa setiap orang adalah bagian dari masyarakat
dan masyarakat memiliki hak, kewajiban dan peran yang sama dalam pengelolaan
lingkungan, tanpaterkecuali masyarakat desa, pelosok maupun kota, karena ruang
lingkup lingkungan bukan hanya ditempat-tempat
tertentu saja namun seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan masyarakat akan efektif sekali jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada bisa diwujudkan.
tertentu saja namun seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan masyarakat akan efektif sekali jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada bisa diwujudkan.
3. Bahwa setiap orang adalah bagian dari masyarakat
dan masyarakat memiliki hak, kewajiban dan peran yang sama dalam pengelolaan
lingkungan, tanpa terkecuali masyarakat desa, pelosok maupun kota, karena ruang
lingkup lingkungan bukan hanya ditempat-tempat tertentu saja namun seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan masyarakat akan efektif
sekali jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada bisa
diwujudkan.
Contoh
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tentang Peran masyarakat dalam
perlindungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, adalah sebagai
contoh beberapa perilaku yang bijak saat dalam hutan adalah :
1. Tidak mencoret-coret batang pohon dan bebatuan
yang ada dihutan. Perilaku mencoret-coret pohon dan bebatuan selain merusak
keindahan hutan, juga dapat menyakiti pohon. Kenapa ? karena tindakan ini dapat
menutupi stomata (tempat keluar masuknya udara, yakni CO2 dan O2) yang secara
tidak langsung akan mengganggu pertukaran udara dari sel tumbuhan ke lingkungan
dan sebaliknya.
2. Tidak menangkap, melukai, dan membunuh hewan
penghuni hutan. Erilaku mengganggu hewan (satwa) yang hidup liar dihutan
meskipun binatang tersebut bukan termasuk hewan langka dan dilindungi dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem.
3. Saat berkemah dihutan, mempergunakan tempat yang
telah tersedia, atau jika tidak tersedia tempat berkemah, pergunakanlah bagian
hutan yang agak lapang dan datar tanpa perlu menebang pohon, sekalipun hanya
semak, perdu atau pohon kecil.
4. Tidak meninggalkan puntung rokok yang belum
benar-benar mati. Meskipun hanya bara kecil tetapi untung rokok bisa menjadi
salah satu penyebab kebakaran hutan, terutama saat musim kemarau.
5. Tidak meninggalkan sampah, terutama sampah anorganik
seperti plastik dan kaleng.
Sikap dan perilaku bijak didalam hutan ini terlihat sederhana dan kecil namun memberikan manfaat yang besar bagi kelestarian alam dan hutan. Dengan perilaku bijak seperti ini berarti kita mampu menikmati tanpa menyakiti.
Sikap dan perilaku bijak didalam hutan ini terlihat sederhana dan kecil namun memberikan manfaat yang besar bagi kelestarian alam dan hutan. Dengan perilaku bijak seperti ini berarti kita mampu menikmati tanpa menyakiti.
No comments:
Post a Comment