Hukum Agraria ( SKT )
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Berhubungan dengan permasalahan pengurusan tanah yang makin meningkat, menuntut masyarakat untuk memahami tujuan dari melakukan pendaftaran tanah, sehinga mereka mendapatkan kepastian hukum terhadap hak milik atas tanah.Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah memberikan penjelasan secara tegas bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang terus menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak tertentu yang membebaninya.
Masyarakat yang melakukan pengurusan pendaftaran tanah berarti mereka telah memiliki jaminan kepastian hukum atas tanah yang di miliki dengan melakukan pendaftaran tanah, maka mereka akan mendapatkan bukti pendaftaran berupa sertifikat tanah untuk menjamin kepastian hukum itu sendiri. Pemerintah telah mengadakan pendaftran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang di atur melalui peraturan pemerintah dan kegiatan pendaftaran tanah tersebut di adakan baik secara individu maupun secara masal untuk meringankan beban masyarakat golongan ekonomi lemah.
Tanah adalah permukaan bumi yang di tempati oleh manusia, dimana pada saat ini perkembangan penduduk semakin meningkat namun tidak di iringi dengan bertambahnya sumber daya tanah.pentingnya tanah bagi masyarakat dan kurangnya lahan bagi masyarakat sehingga banyak terjadi perselisihan di tengah masyarakat, baik antar masyarakat, masyarakat dengan badan hukum, maupun masyarakat dengan pemerintahyang di latar belakangi persoalan pertanahan khususnya di bidang kepemilikan atas tanah.
1.2 Rumusan Masalah.
1) Bagaimana peraturan dan implementasi kekuatan hukum surat keterangan camat atas tanah?
2) Bagaimana kekuatan hukum surat keterangan camat atas tanah?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoretis.
Menurut Bintarto R, pengertian desa adalah suatu perwujudan geografi yang ditimbulkan oleh unsur sosial, politis, dan kultural yang terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.
Sebuah desa atau kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang bertanggung jawab kepada Bupadi atau Wali kota melalui perantaraan seorang sekretaris daerah.
Berkembang berbagai istilah asing yaitu Soil (tanah) sebagaimana tanah adalah subsistem dari ruang berdasarkan apa yang didefinisikan menurut Undang-undang Penataan Ruang.
Menurut Boedi Harsono, Penguasaan atas Tanah terdapat beberapa hak salah satunya Hak Bangsa, sebagai disebut dalam pasal 1 UUPA merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam wilayah Negara, merupakan tanah bersama. Dan juga adanya Hak Perorangan yang memberikan kewenangan untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil manfaat tertentu dari suatu bidang tanah tertentu.
AP Parlindungan mengatakan bahwa pendaftaran tanah berasal dari kata “cadastre”suatu istilah teknis dari suatu “record” (rekaman menunjukkan kepada luas nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah). Dalam arti yang tegas “cadastre” adalah “record” (rekaman) dari lahan-lahan, nilai dari tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan yang diuraikan dan diidentifikasikan dari tanah tertentu dan juga sebagai “continues record” (rekaman yang berkesinambungan dari hak atas tanah).
Pengertian “Penguasaan” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis; juga beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Ada penguasaan yuridis, yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya yang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain.
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh Pemegang Hak atas Tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Wewenang Umum.
Wewenang yang bersifat umum yaitu: pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA).
2. Wewenang Khusus.
Wewenang yang bersifat khusus yaitu: pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan di bidang pertanian, perikanan, peternakan, atau perkebunan.
Adapun teori menurut kami, pengertian dari Surat Keterangan Camat (SKT), adalah surat yang menjadi bukti untuk menguasai sebidang tanah yang dimana pengurusannya harus melalui Camat atau Kepala Desa. Surat ini juga berguna untuk mengurus atau menjadi salah satu unsur untuk pengurusan kepemilikan atau pendaftaran tanah di kantor Pertanahan Nasional.
B. Kerangka Konseptual.
Suatu surat dalam Pasal 1867 KUHPerdata yang mengatur mengenai pembuktian tertulis, undang-undang membagi surat-surat dalam surat otentik dan surat dibawah tangan. Suatu surat otentik adalah suatu surat yang dibuatkan oleh seorang pegawai dalam kedudukannya. Bukti tulisan adalah apa yang dinamakan dengan akta suatu surat yang ditandatangani, diperbuat sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
Menurut Pasal 19 ayat 1 UUPA Pendaftaran Tanah Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 39 ayat (1) huruf b angka 1) dan angka 2), disebutkan bahwa : Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
1. Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum besertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
Menurut UUPA dan PP Nomor 10 Tahun 1961 serta PP Nomor 24 Tahun 1970, guna mendapatkan sertifikat tanah sebagai tanda bukti yang kuat Pendaftaran tanah dilaksanakan untuk mendapatkan kepastian hokum hak atas tanah, karena merupakan kewajiban bagi pemegang hak yang bersangkutan dan harus dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas tanah tersebut dalam rangka menginventariskan data-data yang berkenaan dengan peralihan hak atas tanah tersebut,
Pasal 2 Ayat (1) PMNA / Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 menyatakan bahwa Permohonan hak atas tanah dilakukan dalam rangka pemberian hak atas tanah yang primer, yaitu pemberian hak atas tanah yang terdiri dari hak milik, HGU, HGB, hak pakai dan hak pengelolaan. Pasal 2 Ayat (2) PMNA / Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah sebagaimana di maksud pada Ayat (1) dapat dilaksanakan dengan Keputusan pemberian hak secara individual atau kolektif atau secara umum.
BABIII
PEMBAHASAN
3.1 PERATURAN & IMPLEMENTASI KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN CAMAT ATAS TANAH.
A. Pengaturan Kewenangan dalam Pelayanan Pertanahan.
UU Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah daerah pasal 13 dan 14 menegaskan bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota adalah pelayanan pertanahan.Kemudian PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, pada lampirannya menentukan secara rinci kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam mengururs bidang pertanahan meliputi 9 sub bidang, yaitu :
1. Bidang izin lokasi
2. Bidang pengadaan tanah kepentingan umum
3. Bidang penyelesaian sengketa tanah garapan
4. Bidang penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan
5. Bidang penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.
6. Bidang penetapan tanah ulayat.
7. Bidang pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong.
8. Bidang izin membuka tanah.
9. Bidang perencanaan penggunaan tanah.
Pasal 17 Peraturan Pemerintah 41 Tahun 2007 tentang Organisasi perangkat daerah, menentukan bahwa kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Ada pun bentuk pelimpahan kewenangan pemerintah untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah meliputi aspek :
1. Perizinan
2. Rekomendasi
3. Pembinaan
4. Pengawasan
5. Fasilitasi
6. Penetapan
7. Penyelenggaraan; dan
8. Kewenangan lain yang dilimpahkan.
B. Pelayanan Pertanahan berupa Menguatkan Surat Keterangan Tanah.
Dasar hukum Asisten Wedana dapat menguatkan Surat Keterangan Tanah adalah pasal 18 ayat (1) PP. No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah yang menentukan bahwa : Atas permohonan yang berhak, maka sesuatu hak atas tanah secara lengkap dapat pula dibukukan dalam daftar buku tanah di desa-desa yang pendaftaran tanahnya belum diselenggarakan. Untuk membukukan hak tersebut kepala pendaftaran tanah harus sampaikan surat-surat bukti hak dan keterangan kepala desa yang dikuatkan yang memberikan surat-surat bukti hak itu.
Surat Keterangan Tanah (SKT) seperti ditentukan PP No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah adalah surat keterangan dibuat oleh lurah berdasarkan berita acara pemeriksaan tanah dan pernyataan tua-tua kampung, kemudian dikuatkan oleh surat camat yang berisikan keterangan tentang pembuktian hak atas tanah adat yang belum terdaftar, sehubungan tanah tersebut akan dialihkan atau akan diajukan permohonan haknya. Jadi sah nya SKT adalah sejak dikuatkan dengan ditandatangani oleh camat sebagai kepala kecamatan yang menurut PP No. 14 Tahun 20007 sebagai perangkat daerah yang diangkat berdasarkan surat keputusan Walikota/Bupati, bukan kedudukan camat sebagai PPAT yang diangkat berdasarkan surat keputusan Kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi.
Jika tanah adat akan dialihkan SKT berfungsi sebagai salah satu dasar untuk membuat akta PPAT, disamping alat bukti lainnya misalnay segel atau alat bukti hak lama lainnya. Tetapi jika akan langsung dimohonkan haknay, SKT harus diperkuat dengan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadic) dan surat pernyataan pemilikan yang dibuat oleh pemilik tanah dan dikuatkan oleh lurah letak tanah yang bersangkutan. Akan tetapi sejak berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, pasal 18 ayat (1) PP No. 10 Tahun 1961 yang menentukan kewenangan camat untuk menguatkan surat keterangan yang berfungsi menerangkan tentang tanah adat yang belum terdaftar sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini bearti setalah adanya PP No. 24 Tahun 1997 SKT yang dikuatkan oleh camat sebagai dasar untuk membuat akta PPAT dalam peralihan hak dan sebagai alat pembuktian hak lama untuk pembukuan hak tidak diwajibkan lagi.
Tetapi alat pembuktian hak lama dalam rangka pembukuan hak atas tanah adat yang belum terdaftar, menurut pasal 24 ayat (1) dan (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah berupa surat pernyataan kepemilikan dan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadic). Surat pernyataan kepemilikan dan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadic) sebagai alat pembuktian hak lama dari tanah adat yang belum terdaftar, di kecamatan Tanjungkarang Timur dibuat sendiri dan ditandatangani oleh pemilik tanah dan beberapa orang saksi dan kemudian dikuatkan oleh lurah letak tanah yang bersangkutan, tidak lagi dikuatkan oleh camat, seperti pada SKT menurut pasal 18 ayat (1) PP No. 10 Tahun 1961. Menurut hasil wawancara dengan camat Tanjungkarang Timur, tidak dilarangnya oleh kepala kantor pertanahan lurah membuat SKT yang kemudian dikuatkan oleh camat, tujuannya untuk menimalisir kesalah atau ketidak benaran data dalam rangka pembukuan hak atas tanah adat yang belum terdaftar. Karena SKT itu dikeluarkan berdasarkan pernyataan tua-tua kampung yang tahu betul akan asal- usul atau riwayat tanah yang bersangkutan sehingga diharapkan dapat mengurangi kesalahan data, baik data fisik maupun data yuridis yang diperlukan.
Pembuatan SKT oleh lurah yang kemudian dikuatkan oleh camat tidak memerlukan waktu lama, tetapi terkadang penyelesaian SKT menjadi sedikit terhambat, karena pihak-pihak yang akan menandatangani berita acara pemeriksaan tanah dan pernyataan tuan-tuan kampung sebagai dasar dibuat dan dikuatkannya SKT, seperti tua-tua kampung, pamong-pamong setempat yaitu ketua lingkungan, ketua RT, dan pemilik-pemilik tanah yang berbatasan memerlukan waktu yang lama.[1]
C. Pengadaan Tanahbagi Pelaksanaan Pembangunanuntuk Kepentingan Umum.
Kewenangan pemda ini diatur dalam perpres 36 tahun 2005 yang telah diganti dengan Perpres no. 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum, dipertegaskan kembali dalam PP no. 38 tahun 2007. Camat dan lurah dan wilayah kerjanya menjadi tempat pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka ditunjuk sebagai salah satu anggota panitia pengadaan tanah kota yang dibentuk oleh walikota. Hal ini sudah ditentukan pasal 6 ayat (5) perpres 36 tahun 2005 yang sudah digantikan dengan perpres 65 tahun 2006, bahwa susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri atas unsur perangkat daerah terkait. Oleh karena itu kewenangan walikota ini termasuk yang dilimpahkan kecamat yang dipertegas melalui per walikota Nomor 87 tahun 2008.
Disamping itu juga berdasarkan peraturan walikota Nomor 87 tahun 2008, walikota melimpahkan kepada camat untuk membantu pelaksanaan perubahan status tanah Negara menjadi tanah hak milik. Mengenai peran camat dan lurah dalam perubahan status tanah Negara menjadi tanah hak milik adalah dalam bentuk menerbitkan rekomendasi permohonan hak atas tanah Negara berdasarkan SKPTN dan berita acara pemeriksaan tanah dan pernyataan tua-tua kampung.Kewenangan ini memang sudah ditentukan di dalam keputusan menteri Negara agraria Nomor 6 tahun 1998 , peraturan menteri Negara agraria / kepala BPN nomor 3 dan nomor 9 tahun 1999.
D. Pelayanan Pertanahan Berupa MenguatkanSurat Keterangan Pemakaian Tanah Negara ( SKPTN) dan Memberikan Rekomendasi Permohonan Hak Atas Tanah Negara.
Status tanah terdiri dari tanah Negara dan tanah hak, terhadap tanah Negara dapat diajukan menjadi tanah hak dengan cara mengajukan permohonan hak kepada Negara. Memperoleh tanah hak dengan cara mengajukan permohonan Negara di sebut memperoleh tanah hak dengan cara penetapan pemerintah.Tanah Negara dan tanah pengolahan yang tersebar di wilayah masyarakat pada umumnya sudah digunakan oleh masyarakat tersebut untuk membangun rumah tempat tinggal.Rumah tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang oleh karena itu pemerintah dalam rangka menjamin kelangsungan pemilikan rumah tinggal bagi warganegara Indonesia, perlu memberikan jaminan atas kelangsungan hak atas tanah tempat rumah itu berdiri.
Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pemberian hak milik atas tempat rumah tinggal.jika keputusan menteri Negara Agraria / kepala BPN nomor 6 tahun 1998 tentang pemberian hak milik untuk rumah tempat tinggal. Tetapi bagi tanah Negara dengan pemberian hak milik secara individual berdasarkan PMDN nomor 6 tahun 1972 yang telah di rubah dengan peraturan menteri Negara agraria nomor 3 tahun 1999 tentang pelimpahan kewenangan dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara, dan berdasarkan PMDN nomor 5 tahun 1973 yang sudah di rubah dengan peraturan menteri Negara agraria nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pembatalan Hak atas tanah Negara dan Hak pengelolaan.
Untuk mengajukan permohonan hak milik atas tanah Negara menurut ketentuan tersebut di isyaratkan di samping memuat keterangan mengenai permohonan hak ( data yuridis) keterangan mengenai tanahnya( data fisik) di isyaratkan juga ada keterangan lain yang di anggap perlu. Keterangan lain yang di anggap perlu antara lain yang adanya rekomendasi permohonan hak atas tanah Negara yang di buat oleh lurah dan dikuatkan oleh camat.lurah mengeluarkan rekomendasi tersebut berdasarkan surat keterangan pemakaian tanah Negara( SKPTN) dan SKPTN di keluarkan berdasarkan berita acara pemeriksaan tanah. Adanya peran lurah dan camat dalam permohonan hak atas tanah Negara melalui rekomendasi di harapkan ada kepastian akan kebenaran data dalam pemakai tanah, karena lurah dan camat dalam mengeluarkan rekomendasi berdasarkan keterangan berbagai pihak yaitu pemilik tanahyang mengajukan permohonan.
E. Penetapan Tanah Ulayat.
Kewenangan kabupaten/kota dalam rangka penetapan tanah ulayat adalah:
1. Pembentukan panitia peneliti
2. Penilitian dan kompilasi hasil penelitian
3. Pelaksanaan dengan pendapat umum dalam rangka penetapan tanah ulayat
4. Pengusulan rancangan perda tentang penetapan tanah ulayat
Mengusulkan pemetaan dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah kepada kantor pertanahan kabupaten/kota, penanganan masalah tanah ulayat melalui musywarah dan mufakat. Pasal 3 UUPA menentukan bahwa hak ulayat atas tanah masyarakat hokum adat di akui keberadaannya sepanjang kenyataannya masih ada. Untuk mengetahui tentang keberadaan hak ulayat tersebut maka tentunya di perlukan pengkajian melalui penelitian dan penetapan hak ulayat.
Kewenangan pemerintah daerah dalam penelitian dan penentuan tanah ulayat sudah di atur dalam peraturan menteri Negara agraria /kepala BPN Nomor 5 tahun 1999 tentang pedoman penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat hokum adat Pasal 5 ayat (1) peraturan tersebut menentukan bahwa penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat di lakukan oleh pemerintah daerah. Dengan mengikut sertakan pakar-pakar hokum adat, masyrakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan, LSM dan instansi yang mengelola sumber daya alam.
F. Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong.
Mengenai ketentuan pemanfaatan tanah kosong untuk tanaman pangan diatur dalam peraturan menteri Negara agrarian nomor 3 tahun 1998 tentang pemanfaatan tanah kosong untuk tanaman pangan. Kewenangan pemda kabupaten/kota sebagai berikut :
1. Inventarisasi dan identifikasi tanah kosong untuk pemanfaatan tanaman pangan semusim.
2. Penetapan bidang-bidang tanah sebagai tanah kosong yang dapat di gunakan untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian.
3. Penetapan pihak-pihak yang memerlukan tanah untuk tanaman pangan semusim dengan mengutamakan masyarakat setempat
Fasilitasi perjanjian kerja sama antara pemegang hak atas tanah dengan pihak yang akan memanfaatkan tanah di hadapan/di ketahui oleh kepala desa/lurah dan camat setempat dengan perjanjian untuk dua kali musim tanam, penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian.
G. Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan.
Penyelesaian sengketa tanah garapan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/ kota berdasarkan PP No. 38 tahun 2007 adalah :
1. Penerimaan dan pengkajian laporan pengaduan sengketa tanah garapan.
2. Penelitian terhadap objek dan subjek sengketa.
3. Pencegahan meluasnya dampak sengketa tanah garapan.
4. Konsultasi dengan kantor pertahanan untuk menetapkan langkah penangananya.
5. Fasilitas musyawarah antar pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak.
Penyelesaian Masalah Ganti Kerugiaan dan Santunan Tanah untuk Pembangunan. Dalam penyelesaian masalah dan santunan tanah untuk pembangunan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten kota menurut PP. 36 tahun 2007 adalah :
1. Pembentukan tim pengawasan pengendaliaan.
2. Penyelesaian masalah ganti rugi kerugiaan dan santunan tanah untuk pembangunan.
Kewenangan dalam penyelesaian ganti kerugiaan dansantunan tanah untuk pembangunan, sebenarnya merupakan salah satu bagian dari tugas kepanitiaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Oleh karena itu walaupun tidak tersurat dalam perwalian Nomor 87 tahun 2008,tetapi camat dan lurah sebagai salah satu panitia pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang paling dekat dan mengerti kondisi masyarakat perlu untuk di libatkan dalam penyelesaian masalah ganti kerugiaan dan santunan tanah untuk pembangunan sebagai salah satu tim pengawas pengendalian.
H. Peran Kecamatan sebagai Perangkat Daerah dalam Pelayanan Pertanahan karena Pelimpahan Kewenangan dari Walikota.
Peraturan walikota nomor 87 tahun 2008 merupakan perintah dari pasal 17 ayat (4) PP. Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah yang menentukan bahwa pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari bupati/walikota kepada camat untuk menangani urusan otonomi daerah yang di tetapkan dengan peraturan bupati/walikota.salah satu urusan otonomi daerah yang di limpahkan walikota berdasarkan peraturan walikota nomor 87 tahun 2008 tentang pertanahan. Surat yang di limpahkan walikota kepada camat adalah seperti di tentukan dalam pasal 5 ayat (1) huruf E peraturan walikota nomor 87 tahun 2008 adalah :
1. Pengawasan atas tanah Negara dan tanah asset pemerintah daerah di wilayah kerjanya
2. Pembantuan terhadap pelaksanaan pembebasan dan pelepasan tanah hak milik yang akan di pergunakan untuk kepentingan umum, serta perubahan status tanah dari tanah Negara menjadi tanah hak milik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pelaksanaan monitoring dan invertarisasi terhadap setiap kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan tanah terlantar , tanah Negara bebas dan timbul di wilayah kerjanya.
Sedangkan kewenangan pemda kabupaten/kota di bidang pertanahan di tentukan secara rinci dalam lampiran PP Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah propinsi dan pemerintahan kabupaten/kota.[2]
3.2 KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN CAMAT
Surat Keterangan Tanah yang mana merupakan alas hak yang banyak dipergunakan di berbagai daerah terdapat istilah yang berbeda akan tetapi hal ini sama halnya dengan surat dasar atau sebagian masyarakat menyebutnya dengan “SK Camat” dan hal ini termasuk dalam lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga.
Surat Keterangan Camat yang dahulunya dikuasai oleh seseorang di terbitkan surat oleh desa berupa ijin tebas tebang, untuk membuktikan mereka dapat mengakui tanah tersebut maka dikeluarkan Surat Keterangan Tanah di singkat SKT. Kemudian penggarap hendak menjual tanah ini, oleh para pihak kedesa atau lurah, tanda buktinya adalah ganti rugi dari segala hal yang telah dikeluarkan oleh pengarap tersebut maka dirancanglah oleh perangkat desa mengenai ganti rugi hingga sekarang disebut dengan surat keterangan ganti rugi. Hal ini terjadi setelah tahun 1970-an keatas sehingga surat keterangan tanah yang terbit sebelum tahun 1970 tidaklah ada.
Proses mendapatkan hak milik atas tanah seperti ini jika merujuk pada undang-undang pokok agraria, surat keterangan tanah merupakan proses awal atau alas hak untuk mendapatkan sertipikat hak atas tanah. Namun dengan mengantongi surat keterangan tanah tersebut masyarakat merasa haknya sudah aman dan terlindungi, meskipun dalam praktek penerbitan Surat Keterangan Tanah banyak hal negatif yang dijumpai.
Surat Keterangan Tanah ini diakui juga oleh pemerintah sebagai salah satu bukti dalam pengajuan sertipikat bagi hak milik untuk mendapatkan suatu hak berdasarkan UUPA. Pengajuan pendaftaran tanah guna mendapatkan sertipikat belumlah terlaksana sebagaimana mestinya disebabkan adanya kendala-kendala seperti halnya letak geografis Indonesia, lamanya waktu pendaftaran dibeberapa wilayah serta factor biaya pendaftaran tanah yang cukup tinggi sehingga bagi yang perekonomiannya rendah menganggap cukup hanya dengan memiliki Surat keterangan ganti rugi saja sebagai alas hak, hal-hal inilah yang menyebabkan masih rendahnya kesadaran dari masyarakat dalam hal pensertipikatan atas tanah. Sehingga masyarakat lebih memilih memakai Surat Keterangan Tanah yang dibuat oleh Camat ataupun Lurah dan KepalaDesa yang mana harganya lebih terjangkau.
Camat sebagai PPAT sementara dalam prakteknya juga banyak membuat dan menandatangani surat pelepasan hak dengan ganti rugi, padahal kewenangan tersebut menurut ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata hanyalah dimiliki oleh Notaris selaku pejabat umum, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan yang berkepanjangan apakah Camat berwenang untuk membuat surat pelepasan hak dengan ganti rugi terhadap tanah negara dan bagaimana kekuatan hukum dari surat pelepasan hak dengan ganti rugi atas tanah negara tersebut.
Hingga saat ini yang diangkat sebagai PPAT adalah para notaris/ wakil notaris dan pensiunan pegawai negeri tertentu setelah menempuh suatu ujian khusus untuk dapat menjabat PPAT. Disamping PPAT yang diangkat tersebut maka para camat sbagai kepala wilayah kecamatan karena jabatannya ditunjuk pula sebagai PPAT untuk wilayah kerja didalam kecamatan masing-masing mengingat bahwa belum cukup tersedianya PPAT yang dapat diangkat setelah melalui ujian khusus tersebut. Tidak tersedianya bahan-bahan dan kumpulan peraturan perundang-undangan mengenai keagrariaan merupakan salah satu sebab pembuat akta tanah kurang baik atau tidak benar bahkan adanya akta-akta yang nyatanya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, terlebih lagi kepada PPAT yang ditunjuk karena jabatannya seperti kepala kecamatan.
Dalam hal ini, hak-hak atas tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia terlebih dalam UUPA tahun 1960 telah ditentukan bahwa tanah-tanah di seluruh wilayah Indonesia harus didaftarkan sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPA diantaranya berbunyi: ”untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah telah diadakan pendaftaran tanah yang diatur dengan pola pemerintah.” Yang sangat penting dalam hal ini yang sering dijumpai adalah peralihan hak tidak lagi dibuat oleh kepala desa atau kepala suku secara dibawah tangan tetapi harus dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dalam hal ini direktur agraria 1 orang untuk satu kecamatan. Dimana suatu daerah belum diangkat seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maka camat sebagai kepala wilayah kecamatan tersebut untuk sementara ditunjuk karena jabatannya sebagai PPAT.
Untuk mendapatkan hak atas tanah terlebih dahulu harus mengerti apa yang dimaksud hak atas tanah, menurut pendapat Boedi Harsono menunjuk kepada penggunaan tanah dalam arti yuridis sebagai salah satu pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 4 ayat (1) menyatakan : atas dasar hak menguasai dari negara sebagai mana yang termasuk dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atau permukaan bumi yang disebut tanah yang diberikan kepada dan di miliki oleh orang perorangan maupun bersama-sama dengan orang lain sertadengan badan-badan hukum.
Dari pengertian diatas hak atas tanah adalah hak atas sebahagian tertentu permukaan bumi yang terbatas berdimensi ukuran panjang dan lebar. Dari pengertian ini dapat diuraikan bermacam-macam arti, dari pengertian hak atas tanah, Harun Arrasyid mengartikan hak atas tanah, sebagai wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan tanah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum.[3]
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Camat dalam melaksanakan urusan pelayanan pertanahan mempunyai 2(dua) jabatan. Pertama sebagai pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatanya sebagai PPAT yang di angkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi. Kedua, Camat sebagai perangkat daerah diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/kota. Sebagai perangkat daerah dalam melaksanakan urusan pertanahan, berdasarkan pelimpahan wewenang dari walikota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan.
2. Surat Keterangan Tanah ini diakui juga oleh pemerintah sebagai salah satu bukti dalam pengajuan sertipikat bagi hak milik untuk mendapatkan suatu hak berdasarkan UUPA. Surat Keterangan Camat yang dahulunya dikuasai oleh seseorang di terbitkan surat oleh desa berupa ijin tebas tebang, untuk membuktikan mereka dapat mengakui tanah tersebut maka dikeluarkan Surat Keterangan Tanah di singkat SKT.
4.2. Saran
Dengan adanya makalah tentang Kekuatan Hukum Surat Keterangan Camat atas Tanah ini kami berharap pembaca dapat mengerti dan memahami tentang Kekuatan Hukum Surat Keterangan Camat atas Tanah , bukan hanya mengerti dan memahami namun kami berharap pembaca harus menyadari dan menerapkan hal-hal tersebut ke dalam kehidupan bermasyarakat. Agar dalam menjalani kehidupan tindakan kita sesuai dengan peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NOMOR 05 TAHUN 1960
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
Kekuatan Pembuktian Surat Keterangan Camat Sebagai Alas Hak Kepemilikan Tanah,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35181/3/Chapter%20II.pdf.
KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN TANAH KEPALA DESA
DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DITINJAU DARI PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG
PENDAFTARAN TANAH, https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/9900&ved=0ahUKEwjZjYHPz__SAhWMvbwKHQVYCVQQFggZMAA&usg=AFQjCNGsBbHV7jCdxCFsEaO-6tQMg__GeA
Peran Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah Dalam Pelayanan Pertanahan, https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/view/57&ved=0ahUKEwi__OG0zv_SAhUHt48KHRbXAFcQFggiMAE&usg=AFQjCNEqh9-bO29OLxZscPJrvK8oHQ-3hg
Pelayanan Pendaftaran Tanah Oleh Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara, https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/JIPPL/article/view/906&ved=0ahUKEwj064jpzv_SAhWCM48KHSlyAMQQFggdMAE&usg=AFQjCNEOgNeFF8aSyJMVNTWW5OzTTwtZFQ
Footnote
[1]Vuji Ervina, Pelayanan Pendaftaran Tanah Oleh Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara, 2013, FISIP UnLam, https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/JIPPL/article/view/906&ved=0ahUKEwj064jpzv_SAhWCM48KHSlyAMQQFggdMAE&usg=AFQjCNEOgNeFF8aSyJMVNTWW5OzTTwtZFQ
[2]Upik Hamidah, Peran Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah Dalam Pelayanan Pertanahan, 2012, FH UniLa, https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/view/57&ved=0ahUKEwi__OG0zv_SAhUHt48KHRbXAFcQFggiMAE&usg=AFQjCNEqh9-bO29OLxZscPJrvK8oHQ-3hg
[3]KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT KETERANGAN CAMAT SEBAGAI ALAS HAK KEPEMILIKAN TANAH, Universitas Sumatera Utara, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35181/3/Chapter%20II.pdf.
No comments:
Post a Comment