Pengantar Hukum Indonesia ( Hukum Tata Negara )
Pengantar Hukum Indonesia
( Hukum Tata Negara )
Dibuat Dan Disusun Oleh :
Zico Wijaya ( 4011611089 )
Universitas Bangka Belitung
Fakultas Hukum
T.A 2016/2017
1. Korelasi Piagam Jakarta dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Ditinjau dari segi Hukum Tata negara, Proklamasi itu ialah suatu source of the sources atau dasar dari segala dasar hukum ketertiban baru di tanah Indonesia semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945. Piagam Jakarta dan naskah Proklamasi lahir pada tingkatan bersejarah dalam perjalanan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Karena itu, Piagam Jakarta itulah yang melahirkan Proklamasi dan Konstitusi.
2. Periode 17 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pasca proklamasi kemerdekaan indonesia 17 Agustus 1945 PPKI segera melakukan sidang pertamanya meminjam istilah boland, emergency meeting pada tanggal 18 Agustus 1945 dan dalam putusannya mengesahkan UUD yang telah dirancang (RUUD) oleh BPUPKI dalam beberapa perubahan dan tambahan. Dinamika ketatanegaraan Indonesia dimulai sejak proklamasi, yang secara konstutif periode pertama terbentuknya negara RI berdasarkan UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada18 Agustus 1945 dan rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah sah dan benar karena disamping mempunyai kedudukan konstitusional juga disahkan oleh badan yang mewakili seluruh bangsa Indonesia. Sejarah ketatanegaraan setelah ditetapkan UUD 1945 sebagai dasar negara telah mengalami perkembangan yang pesat. Tidak lebih dari dua bulan setelah ia berlaku, tanggal 16 Oktober 1945 wakil presiden atas usul KNIP, telah mengumumkan maklumat nomor x tahun 1945. Kelanjutan dari perubahan ketatanegaran ialah dengan keluarnya maklumat pemerintah pada 14 November 1945. Menurut maklumat pemerintah itu menteri tidak lagi bertanggung jawab kepada presiden, akan tetapi bertanggung jawab kepada parlemen. Pada sisi lain gentingnya suasana di mana pemerintah belanda berusaha ingin menguasai kembali negara RI yang di kenal dengan perjuangan melawan tindakan agresi Belanda tahun 1947 dan agresi II tahun 1948. Antara 15-25Juli 1946, berlangsunglah konverensi Malino dekat Makasar di bawah pimpinan Van Mook untuk menyusun pemerintahan federal di bawah kekuasaan Belanda, di lanjutkan di Denpasar tanggal 7-18 Desermber 1946 yang memebentuk negara Indonesia Timur di bawah seorang presiden Indonesia.
3. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
Perjuangan bangsa Indonesia untuk menegakkan cita-cita Proklamasi dihadapkan berbagai rintangan seperti rong-rongan dari dalam negeri yaitu peristiwa 18 September 1948 terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang di pimpin oleh Muso.Agresi Belanda terhadap negara RI mengakibatkan PBB ikut campur tangan untuk menyelesaikannya dengan di adakan KMB. Dalam praktik ketatanegaraan pemerintah RIS tidak atau belum berjalan secara efektif. Pertama, karena lembaga negara belum dibentuk sesuai konstitusi RIS. Kedua, penyusun atau pembentuk UUD menganggap dirinya belum representatif untuk menetapkan sebuah UUD. Ketiga, pembuatan UUD ini dilakukan dengan tergesa-gesa untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehubungan akan dibentuknya negara federal. Permusyawaratan antara pemerintah negara RIS dan pemerintah RI di capai hasil keputusan bersama yaitu, persetujuan 19 Mei 1950 yang disetujui dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk bersama-sama melaksanakan negara kesatuan sebagai jelmaan dari negara RI berdasarkan proklamasi kemerdekaan. Karena itu, berlakulah bentuk susunan NKRI ini dengan UUDS sebagai UUD, sekaligus runtuhnya pemerintahan RIS.
4. Periode 17 Agustus 1950 - Dekrit 5 Juli 1959
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa untuk mengetahui sistem ketatanegaraan suatu negara, terlebih dahulu harus memperhatikan konstitusinya dan kemudian peraturan-peraturan lainnya.Dengan demikian bentuk negara menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan. Pemberlakuan UUDS 1950 yang secara resmi dinyatakan berlaku mulai 17 Agustus 1950 berdasarkan UU No.7 Tahun 1950. Atas ketentuan konstitusi dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan negara menurut UUDS 1950 adalah sistem parlementer. Soekarno kemudian memperkenalkan ebuah konsep baru sistem pemerintahan,yaitu “Demokrasi Terpimpin”. Menurutnya, susunan ketatanegaraan yang berdasarkan “multipartisme”,seperti dianjurkan dalam maklumat pemerintah 14 November 1945 itu, ternyata tidak cocok dengan cita-cita umum masyarakat karena hanya menimbulkan politik free fight liberalism dan politik tersebut menghambat pembangunan disegala lapangan. Pada 22 April 1959 atas nama pemerintah, presiden memberikan amanat didepan sidang pleno konstituante yang berjudul, “res publica, Sekali lagi res publica”. Yang berisi anjuran agar konstituante menetapkan UUD 1945 sebagai UUD yang tetap bagi negara RI. Setelah diberikan tenggang waktu, konstituante belum juga mampu menysun UUD. Sementara situasi politik dan pemerintahan berada pada kondisi yang tidak stabil. Untuk mengatasi keadaan tersebut presiden/panglima tertinggi angkatan perang pada hari Minggu, 5 Juli 1959 di istana negara presiden mengeluarkan Dekrit yang bersejarah bagi ketatanegaraan RI.
5. Masa Demokrasi Terpimpin
Keberadaan pancasila sebagai dasar negara terdapat dalam ppembukaan UUD 1945 yang meruakan kesepakatan pertama penyangga konstitusionalisme. Oleh karena itu, pancasila dan UUD 1945 ebagai dasar negara RI keberadaanya akan diuji dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia pasca dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit 5 Juli 1959 membawa pengaruh dalam sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan negara tingkat pusat dari sistem kabinet presidensial, serta terjadi pula perubahan sistem demokrasi yang dianutnya yaitu demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. Dalam praktik ketatanegaraan Pancasila dan UDD 1945 sebagai Dasar Negara RI oleh rezim demokrasi terpimpin cenderung dikesampingkan. Puncak dari penyimpangan-penyimpangan itu meletusnya pengkhianatan total yang dilakukan oleh PKI dengan G. 30 S PKI yang anti Pancasila. Babak selanjutnya dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia, akibat pengingkaran terhadap dasar dan falsafah hidup bangsa Indonesia Pancasila dan UDD 1945, dengan lahirnya tritura.
6. Masa Orde Baru
Soekarno dijatuhkan secara konstitusioal oleh MPRS karena dianggap tidak dapat memberi pertanggungjawabkan atas musibah G. 30 S PKI. Sedangkan PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang karena telah mengkhianati bangsa dan negara. Karena itu, Surat Perintah 11 Maret 1966 merupakan kunci pembuka babak baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Momentum bersejarah, merupakan suatu detik yang menentukan jalan sejarah selanjutnya bagi revolusi Pancasila di Indonesia. Perjalanan ketatanegaraan di bawah rezim Soeharto dengan slogan menjalankan amanat Pancasila dan UDD 1945 secara murni dan konsekuen, adalah keniscayaan yang konstitusional. Selama kurun waktu 1966-1998 pemerintahan Orde Baru telah melahirkan hukum yang diskriminatif, sementara KKn terus mewarnai dalam kehidupan bernegara. Berakhirnya kekuasaan Orde Baru ditandai oleh gerakan rakyat (yang dimotori oleh mahasiswa) dalam apa yang disebut sebagai Gerakan Reformasi dan mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998 ketika Soeharto tidak dapat mengelak dari tuntutan untuk berhenti dari jabatannya sebagai Presiden.
B. ISTILAH
Arti luas: termasuk didalamnya Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Usaha, dan Hukum Tata Pemerintahan.
Arti sempit: meliputi hukum tata negara itu sendiri, yaitu hukum tata negara suatu negara tertentu yang berlaku pada waktu tertentu.
Definisi
Menurut Van vollenhoven (Belanda) dalam buku “Staatrecht Over Zee” Hukum Tata Negara adalah Hukum yang mengatur semua masyarakat hukum tingkat atas sampai bawah, yang selanjutnya menentukan wilayah lingkungan rakyatnya, menentukan badan-badan yang berkuasa, berwenang, dan fungsinya dalam lingkungan masyarakat tersebut.
C. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Cabang Ilmu Pengetahuan Lainnya
1. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Ilmu Negara
Segi Sifat :
Hukum Tata Negara bersifat Praktis atau langsung dengan penerapan.Ilmu Negara bersifat Teoritis atau sebagai ilmu pengetahuan.
Segi Manfaat :
Ilmu Negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis untuk HTN positif,dan HTN merupakan penerapan didalam kenyataan bahan-bahan teoritis dari Ilmu Negara.
2. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Ilmu Politik
· Terbentuknya UU(UUD atau UU organik lainnya).
· Maklumat Wapres No. (X) 16 Oktober 1945 yang diikuti maaklumat pemerintah 14 November 1945.
· Pembentukan suatu Undang-Undang, ratifikasi yang dilakukan oleh DPR.
3. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Hukum Administrasi Negara
Terdapat dua kelompok dalam memandang hubungan antara HTN dengan HAN:
· Golongan yang berpendapat bahwa HTN dengan HAN terdapat perbedaan secara rinsipil(asasi) :
1. Logemann, HTUN mempelajari tentang jenis hukum, bentuk serta akibat hukum yang dilakukan para fungsionaris sehubungan dengan pelaksanaan tugas kewajibannya.Jadi pendapat itu sangat berkaitan dengan ajaran tentang hubungan hukum.
2. Stelina, HTN maupun HAN bagian-bagian yang terpenting yang termasuk sistematikanya akan menentukan tempat-tempatnya yang sangat tepat. Jelas terdapat perbedaan yang prinsipil antara satu dengan yang lainnya, atau tegasnya diantara HTN dan HTUN.
· Golongan yang berpendapat bahwa HTN dengan HAN tidak ada perbedaan secara rinsipil(asasi) :
1. Van der Pot, perbedaan antara HTN dengan HAN tidak membawa akibat hukum. Oleh karena itu, tidak prisipal dan kalau diadakan pembagian hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan hukum.
2. Vegting, HTN dengan HAN penyelidikannya sama. Perbedaan hanya cara pendekatan HTN untuk mengetahui organisasi negara, serta badan lainnya, sedangkan HAN menghendaki bagaimana caranya negara serta organ-organ melakukan tugas.
D. Cara Pendekatan Dalam Hukum Tata Negara
1. Yuridis Formil,berdasarkan pada asas hukum yang mendasari ketentuan atau peraturan. Misal, ketentuan suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari ketentuan dasar yaitu UUD 1945.
2. Filosofi, berdasarkan pada pandangan hidup bangsa. Misal, di Indonesia kajian hukum dalam masyarakat harus bersumber pada falsafah bangsa yaitu Pancasila.
3. Sosiologis, yaitu suatu pendekatan(sudut) kemasyarakatan khususnya politis; artinya ketentuan peraturan yang berlaku hakekatnya merupakan hasil keputusan politis.
4. Historis, yaitu suatu pendekatan yang bersumber pada sudut pandang sejarah. Artinya, lahirnya ketentuan perundang-undangan tidak lepas dari prosesi sejarah. Misalnya, kronologis pembuatannya ataupun masa dimana peraturan itu dibuat.
E. Sumber hukum Hukum Tata Negara
· Sumber hukum tata negara dalam arti material yaitu Pancasila.
· Sumber hukum tata negara dalam arti formil terdiri atas beberapa sumber sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan amandemennya.
2. Ketetapan MPR, berdasarkan perubahan keempat UUD 1945 tahun 2002, dilakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPR dalam sidang tahunan MPR 2003. Sejak MPR tidak lagi mempunyai putusan yang dikenal dengan Ketetapan MPR. Sehingga berdasarkan UU No.10 Tahun 2004, ketetapan MPR bukan lagi sebagai peraturan perundang-undangan.
3. Undang-Undang (UU) atau peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (PERPU). Undang-undang dibentuk secara oleh DPR dan presiden. Perpu ditetapkan oleh presiden dan setelah itu diajukan kepada DPR untuk dimintai persetujuan.
4. Peraturan pemerintah (PP), yaitu peraturan yang dibentuk oleh presiden untuk menjalankan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.
5. Peraturan presiden (Perpres), yaitu peraturan yang dibentuk oleh presiden untuk menjalankan ketentuan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Materi muatan perpres lebih bersifat pengaturan (regeling).
6. Keputusan presiden, yaitu peraturan yang dibuat oleh presiden untuk menjalankan pemerintahan yang materi muatannya lebih bersifat penetapan(beschikking). Berdasarkan UU No.10 Tahun 2004, Keppres bukan lagi peraturan perundang-undangan.
7. Peraturan Daerah, yaitu peraturan yang dibentuk secara bersama oleh kepala daerah dan DPRD. Berdasarkan UU No.10 Tahun 2004, Peraturan Desa juga merupakan bagian dari perda.
F. Alat-alat Perlengkapan Negara
Alat-alat erlengkapan negara akan menopang jalannya roda pemerintahan. Alat-alat perlengkapan negara tersebut merupakan suatu lembaga tinggi negara yang emepunyai kedudukan, tugas, dan wewenang masing-masing.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga negara yang mempunyai tugas dan wewenang menetapkan dan mengubah UUD, melantik presiden dan wakil presiden, serta memberhentikan presiden dan atau wakil presiden. MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD.
2. Presiden dan Wakil Presiden. Presiden pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Wewenang presiden meliputi bidang eksekutif, legislatif, diplomatik, militer, dan adminisratif.
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga perwakilan rakyat yang anggotanya diusulkan oleh partai politik peserta pemilu dan dipilih oleh rakyat dalam pemilu. DPR mempunyai wewenang di bidang legislasi (pembuatan UU), bidang pengawasan, bidang keuangan (penyusun APBN), dan bidang lainnya.
4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga perwakilan daerah yang anggotanya diusulkan oleh masing-masing provinsi dan dipilih dalam pemilu. DPD mempunyai wewenang yang terbatas di bidang legislasi, bidang pengawasan, dan bidang keuangan.
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang memeriksa tanggung jawab presiden dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu dalam APBN. Hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sebagai bahan pengawasan.
6. Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga negara yang merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman. Kewenangan Ma adalah melakukan pemeriksaan pada tingkat kasasi; peninjauan kembali; pengujian perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undnag-undang memberikan; memberikan pertimbangan hukum kepada lembaga negara yang lain; dan menyelesaikan sengketa kewenangan di antara lembaga peradilan.
7. Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga negara yang merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman di samping MA. Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD; memutus pembubaran partai politik; memutus sengketa hasil pemilu; menyelesaikan sengketa kewenangan di antara lembaga negara; dan memutuskan pendapat DPR yang menyatakan presiden dan atau wakil preiden melakukan pelanggaran hukum, tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden.
G. Asas-asas Hukum Tata Negara
1. Asas Pancasila
Pada waktu BPUPKI dalam rapatnya mencari philosofische grondslag untuk Indonesia yang akan merdek, Pancasila diputuskan sebagai dasar negara. Pancasila merupakan sumber hukum materil jadi setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengannya. Jika hal itu terjadi, peraturan itu harus segera dicabut.
2. Asas negara hukum
Menurut wirjono prodjodikoro, negara hukum berarti suatu negara yang didalam wilayahnya adalah :
a. Semua alat perlengkapan dari negara, khususnya alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
b. Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
3. Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas.
Substansi dari asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat erdasarkan prinsip dualistis selaku pilar-pilar, yang bersifat hakikatnya konstitutif. Dalam perubahan UUD 1945 telah diangkat kedalam pasal 1 ayat 3, berbunyi “negara Indonesia adalah negara hukum”.
4. Asas kedaulatan rakyat dan demokrasi
Asas kekeluargaan diperkenalkan pertama kali di Indonesia oleh Soepomo dalam sidang BPUPKI, 31 Mei 1945. Upaya perumusan tentang cita kenegaraan dalam UUD 1945 berkembang pemikiran diantara para anggota BPUKI dan PPKI bahwa cita kenegaraan yang hendak dibangun harus didasarkan pada paham kedaulatan rakyat yang modern, tetapi tidak mengikuti jalan pemikiran yang sudah berkembang sebelunya di negara barat. Menurut Soepomo, paham yang cocok adalah seperti yang diterapkan di Jerman dan Jepang, meskipun disebut sebagai fasisme dan totalitarianisme, oleh Soepomo dipuji karena memandang hubungan antara pemimpin dan rakyat dalam kesatuan. Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 secara tegas menyatakan “ kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.
5. Asas negara kesatuan
Apabila dilihat dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 1, negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai suatu negara kesatuan yang berbentuk republik. Prinsip pada negara kesatuan adalah bahwa yang memegang kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara ialah pemerintah pusat tanpa adanya suatu delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada perda. Pasal 37 ayat 5 UUD 1945 menyatakan, “ khusus mengenai bentuk negara kesatuan RI tidak dapat dilakukan perubahan”.
6. Asas pemisahan kekuasaan dan check and balences ( sistem pertimbangan kekuasaan )
Prinsip yang dianut disebut prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power). Setelah dilakukan perubahan terhadap kelembagaan dan kewenangan MPR sebagai mana terbaca pasal 3. Pasal 5 dan pasal 20 dipandang sebagai permulaan terjadinya “pergeseran”. Hal ini terlihat dari pergeseran kekuasaan presiden dalam membentuk undang-undang,yang diatur dalam pasal 5,berubah menjadi presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang,dan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 20). Perubahan pasal-pasal ini memindahkan titik berat kekusaan legislasi nasional yang semula berada ditangan preiden, beralih ketangan DPR. Perubahan lain mengenai fungsi dan hak lembaga DPR serta hak anggota DPR yang diatur dalam pasal 20A. Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances.
DAFTAR PUSTAKA
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia.
Titik Triwulan Tutik., Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Jakarta.
H.Alwi Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia.
N.B : Untuk mendapatkan file diatas, silahkan klik DISINI
No comments:
Post a Comment