Hukum Dan HAM ( Hak Bebas Dari Penyiksaan Dan Perlakuan Lain Yang Kejam )
Tugas Hukum Dan HAM
( Hak Bebas Dari Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukum Lain Yang Kejam,
Tidak Manusiawi, Dan Merendahkan Martabat Manusia )
Nama :
Zico Wijaya
Kelas :
C
Semester :
III
Universitas Bangka Belitung
Ilmu Hukum
T.A. 2017/2018
Pembahasan
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi,
atau Merendahkan Martabat Manusia UU No. 5 Tahun 1998. Negara para pihak
diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah legislative, administrative, dan
judicial yang efektif untuk mencegah tindakan-tindakan penyiksaan.
Di Indonesia, penyiksaan menjadi pola yang dianggap
wajar dalam penanganan tindak pidana, khususnya tindak pidana
konvesional/warungan. Istilah “pukul dulu baru bicara” diduga
masih menjadi slogan sebagian aparat penegak hukum dalam mendapatkan informasi
dari tahanan, khususnya di tingkat kepolisian. Tim Advokasi Anti Penyiksaan LBH
Jakarta mencatat,81,1% dari 639 responden di Jakarta mengaku mengalami
penyiksaan ketika diperiksa polisi. Dan jumlah ini terus meningkat setiap
tahunnya.
Metode pemeriksaan dengan penyiksaan oleh
penyidik sebagai salah satu system peradilan pidana, akan mempengaruhi
hasil kerja sub system yang lainnya, yaitu Jaksa, Hakim dan Lembaga
Permasyarakatan mengingat sifat keterkaitan dan keterikatan diantara
subsistem-subsistem tersebut. Pelanggaran ini akan berakibat pada pengambilan
keputusan oleh hakim berdasarkan keterangan yang salah. Misalkan hal ini
terjadi dalam kasus Imam Hambali alias Kemat dan Devid Eko Priyanto, dan yang
terbaru kasus Ruben Pata Sambo, yang dipaksa mengakui pembunuhan di kepolisian,
yang terbawa sampai ia divonis bersalah untuk tindakan yang tidak dilakukannya
Aturan untuk Bebas dari
Penyiksaan dalam KUHAP
Pasal 52 KUHAP menyatakan : “Dalam pemeriksaan
pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak
memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim” Dan
Pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa “keterangan tersangka dan atau saksi
kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk
apapun”.
Pasal 52 dan 117 KUHAP dapat dikaitkan dengan prinsip
universal tentang non self incrimination dari
tersangka/terdakwa (hak untuk tidak mempersalahkan dirinya sendiri),
sebagaimana tercermin secara tak langsung dan implicit sifatnya pada Pasal 66
KUHAP (tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian) dan Pasal
189 ayat (3) KUHAP yaitu keterangan terdakwa hanya dapat dipergunakan bagi
dirinya sendiri. Dalam hal ini, keterangan tersangka atau terdakwa harus
bersumber pada freewill kehendak bebas) sehingga hakim maupun
penyidik tidak diperbolehkan untuk mencari keterangan yang tidak diberikan
secara bebas. Tidak dipenuhi persyaratan ini menimbulkan persoalan pembuktian
yang diperoleh secara tidak sah.
Meskipun KUHAP memiliki inovasi dalam persfektif HAM,
namun tidak terdapat akibat hukum. Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1998 yang mengatur
bahwa “Segala pernyataan yang diperoleh sebagai akibat kekerasan,
penyiksaan tidak boleh diajukan sebagai bukti”. Ketentuan ini, tidak
diatur dalam KUHAP. Namun penggunaan pasal 15 ini pernah dijadikan tolak ukur
dalam memutus perkara Kasus Marsinah (Putusan MA No.Reg.117/Pid/1994 atas nama
Ny.Mutiari, SH).
Bentuk-Bentuk Penyiksaan
FISIK |
NON FISIK |
SEKSUAL |
Pemukulan terus menerus, acak dan keras,,Pencabutan kukuPenjepitan jari,
Berdiri dalam waktu lama, Setrum, Kepala diikat dan dibungkus
plastic,Pemborgolan terus menerus, Ditendang, Mata dilakban,Dibakar/disundut
rokok, Bagian tubuh ditempelkan pada bagian knalpot motor yang sangat
panas,Penginjakan pada bagian lutut dengan sepatu, Letupan pistol dilekatkan
pada telinga,Diperintahkan untuk saling memukul,Penembakan, Penusukan dll |
Diancam,Dipaksa mengakuDipermalukan,Tidak diberi makan, Tidak diberi obat/akses kesehatan, Dibentak , Ditodong pistol |
Ditelanjangi dalam cuaca yang sangat dingin,Disetrum alat
kelamin,Diperkosa,Dipaksa berciuman, Dipaksa bermartubasi |
Sumber : LBH
Jakarta, 2008
Faktor-Faktor terjadinya Penyiksaan
·
Tidak Adanya
Mekanisme dan Lembaga Pencegahan, dan Penindakan Penyiksaan
·
Tidak adanya
ketentuan Illegally Secured Evidence
·
Tidak adanya
batas waktu pemeriksaan
·
Lamanya Masa
Penahanan
·
Alasan Subyektif
dan Obyektif Penahanan
·
Tidak efektifnya
Lembaga Pra-Peradilan
·
Tidak Aktifnya
Jaksa dan Hakim ketika menemukan indikasi penyiksaan
Rekomendasi Perubahan dalam RUU KUHAP
·
Perumusan Illegally
Secured Evidence
·
Mengurangi Masa
Penahanan
·
Sanksi tegas
terhadap pelaku penyiksaan
·
Peran Aktif
Hakim dan Jaksa Penuntut Umum
No comments:
Post a Comment